Menghindari Utang
Berhutang merupakan
kenyataan yang melanda hampir setiap rumah tangga muslim. Apalagi ketika lebaran
seperti sekarang ini. Agar Anda terhindar dari jerat hutang dan tidak
menyesal karenanya, praktikkanlah nasihat-nasihat di bawah ini:
- Renungkanlah selalu hadits-hadits tentang akibat
hutang.
Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam mendatangi seorang laki-laki (yang meninggal
dunia) untuk dishalatkan, maka beliau bersabda, artinya:
"Shalatkanlah teman kalian, karena sesung-guhnya dia memiliki
hutang." Dalam riwayat lain disebutkan: "Apakah teman
kalian ini memiliki hutang? Mereka menjawab, 'Ya, dua dinar'. Maka
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mundur seraya bersabda, 'Shalatkanlah
teman kalian!' Lalu Abu Qatadah berkata, 'Hutang-nya menjadi tanggunganku'.
Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Penuhilah
(janjimu)!, lalu beliau men-shalatkannya." (HR. At-Tirmidzi dan
Ibnu Majah, shahih).
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu ia berkata, Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
"Jiwa seorang mukmin itu terkatung-katung karena hutangnya, sampai
ia dibayarkan." (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah, shahih).
Dari Abdullah bin Amr, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"Semua dosa orang yang mati syahid diampuni, kecuali hutang."
(HR. Muslim).
"Demi jiwaku yang ada di TanganNya, seandainya ada seorang
laki-laki terbunuh di jalan Allah, kemudian ia dihidupkan lagi, lalu
terbunuh lagi, kemudian dihidupkan lagi dan terbunuh lagi, sedang ia
memiliki hutang, sungguh ia tidak akan masuk Surga sampai hutangnya
dibayarkan." (HR. An-Nasa'i, hasan).
- Jangan berhutang kecuali karena terpaksa.
Pada
kenyataannya, banyak orang yang berhutang untuk bisa merayakan lebaran
layaknya orang kaya, untuk bisa menyelenggarakan pesta perni-kahan dengan
mewah, untuk bisa memiliki gaya hidup modern, misalnya dengan kredit
mobil, rumah mewah, perabotan-perabotam mahal dsb. Lebih ironi lagi,
ada yang hutang untuk selamatan keluarganya yang meninggal karena malu
kepada para tetangga jika tidak mengadakannya, atau jika makanannya
terlalu sederhana.
Aisyah berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
membeli makanan dari seorang Yahudi dengan tempo dan beliau memberi
jaminan baju besi kepadanya." (HR. Al-Bukhari).
Ibnul Munir berkata, 'Artinya, seandainya beliau shallallahu 'alaihi
wasallam ketika itu memiliki uang kontan, tentu beliau tidak mengakhirkan
pembayarannya. (Lihat, Fathul Bari, 5/53).
- Bertaqwalah kepada Allah sebelum dan ketika
berhutang.
Allah
berfirman, artinya:
"Dan barangsiapa bertaqwa kepada Allah maka akan diberikan
kemudahan urusannya." (Ath-Thalaq: 4).
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, artinya:
"Barangsiapa mengambil harta orang (berhutang) dan ia ingin
membayarnya, niscaya Allah akan menunaikannya dan barangsiapa berhutang
dengan niat menghilangkannya (tidak membayar), niscaya Allah membuatnya
binasa. " (HR. Al-Bukhari).
"Siapa yang meminjam dan sengaja untuk tidak membayarnya, niscaya
ia menemui Allah dalam keadaan sebagai pencuri." (Shahih Ibnu
Majah, no. 1954, 2/52).
- Hutang adalah kesedihan di malam hari dan
kehinaan di siang hari.
Banyak orang
menyembunyikan diri dari pandangan manusia karena takut bertemu dengan
orang yang menghutanginya. Karena itu dianjurkan bagi yang menghutangi
untuk meringankannya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa meringankan hutang orang yang dihutanginya atau
membebaskannya maka ia berada di bawah naungan 'Arasy pada hari
Kiamat." (HR. Muslim).
- Jangan tertipu oleh promosi dan iklan bank.
Bank-bank
selalu mengiklankan agar orang melakukan transaksi keuangannya dengan jasa
bank. Di antaranya, juga promosi mendapatkan kredit secara mudah. Hal itu
karena hasil bank-bank ribawi adalah dari prosentasi bunga uang yang
dipinjamkannya. Semakin lama masa pinjaman seseorang semakin besar pula
keuntungan yang diraup bank, itulah yang dikehendaki bank. Dan itulah
hakikat riba, Allah berfirman, artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat ganda dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan." (Ali Imran: 130).
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Satu dirham uang riba yang dimakan seseorang dan dia
mengetahuinya lebih berat (dosanya) dari-pada 36 kali berzina."
(HR. Ahmad, di- shahih-kan oleh Al-Albani).
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sungguh telah melaknat
pemakan riba, pemberi riba, penulis dan kedua saksi atasnya. Beliau
bersabda, 'Mereka itu sama saja'." (HR. Muslim).
Dalam mu'amalah ribawi, bank selalu mengeruk keuntungan, sedangkan
peminjam bisa saja sewaktu-waktu merugi. Adapun banyaknya bank ribawi yang
bangkrut, padahal secara matematis selalu untung maka hal itu adalah bukti
kebenaran firman Allah:
"Allah memusnahkan (membangkrutkan) riba dan mengembangkan
sedekah." (Al-Baqarah: 276).
- Pemakaian kartu kredit.
Di zaman supra
modern ini banyak bertebaran kartu kredit. Pemiliknya bisa membeli apa
saja, karena perusahaan yang mengeluarkan kartu kredit itu menjamin
membayarnya. Secara lahiriah, pelayanan tersebut adalah rahmat, praktis dan
sangat memanjakan. Tetapi ingat, jika mengakhirkan pembayaran untuk
beberapa lama maka hutangnya akan menumpuk ditam-bah bunganya. Belum lagi
pemilik kartu kredit akan selalu keranjingan untuk berbelanja hingga
barang-barang yang tidak perlu sekalipun. Lalu, jika ia tidak segera
membayarnya, maka ia akan terperosok ke dalam riba. Na'udzubillah.
- Hindari membeli secara kredit.
Kini membeli
barang-barang secara kredit seperti sudah menjadi simbol zaman ini.
Padahal ia adalah fenomena yang salah. Orang yang telah membeli secara
kredit apalagi dengan nilai nominal yang tinggi- kelak akan menyesal.
Sebab misalnya, orang yang membeli mobil secara kredit, dia akan membayar
kira-kira dua kali lipat dari harga biasanya. Dan semakin lama masa
kreditnya semakin berlipat pula yang harus ia bayar.
- Jangan termakan oleh paham yang menyesatkan.
Sebagian orang
ada yang berpendapat, orang yang tidak memiliki hutang adalah orang yang
diragukan kejantanannya. Bahkan mereka mengolok-olok kawannya yang
memiliki hutang sedikit.
Syaikh Muhammad Al-Utsaimin, berkata: "Tidak diragukan lagi, ini
adalah keliru. Bahkan hina tidaknya seseorang tergantung pada hutangnya.
Siapa yang tidak memiliki hutang maka dia adalah orang mulia dan siapa
yang memiliki hutang maka dialah orang yang hina. Karena sewaktu-waktu
orang yang menghutanginya bisa menuntut dan memenjarakannya. Ia adalah
orang yang sakit dan menginginkan semua orang sakit seperti dirinya.
Karena itu, orang yang berakal tidak perlu mem-pedulikannya."
- Berlindung kepada Allah dari tidak bisa
mem-bayar hutang.
Rasululah
shallallahu 'alaihi wasallam memperbanyak do'a:
"Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari kegelisahan dan kesedihan,
dari kelemahan dan kemalas-an, dari sifat pengecut dan bakhil serta dari
tidak mampu membayar hutang dan dari penguasaan orang lain." (HR.
Al-Bukhari).
Dari Aisyah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam shalatnya
berdo'a:
"Ya Allah aku berlindung kepadaMu dari dosa dan hutang."
Maka seseorang bertanya, 'Wahai Rasulullah, betapa sering engkau
berlindung dari hutang? Maka beliau menjawab, 'Sesungguhnya bila
seseorang itu berhutang akan berdusta dan berjanji tetapi ia pungkiri.' (Fathul
Bari, 5/61).
- Muliakanlah tamu tanpa berlebihan.
Sebagian orang
begitu sangat memuliakan tamunya. Mereka berusaha untuk membeli berbagai
makanan untuk menjamu tamunya tersebut, meski terkadang dengan menghutang.
Syari'at Islam mengajarkan agar kita memuliakan tamu, tetapi juga
menekankan untuk tidak boros. Allah berfirman, artinya:
"Dan janganlah kalian berlebih-lebihan (boros), sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan."(Al-An'am:
141).
- Jangan membebani diri melebihi kemampu-an. Sebagian orang ada yang
memaksakan diri, misalnya pergi haji dengan menjual rumah atau sawah
tempat penghasilannya sehari-hari, sehingga sekembali dari haji ia menjadi
orang yang terlunta-lunta dan sengsara. Padahal Allah berfirman, artinya:
"Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan
kemampuannya." (Al-Baqarah: 286).
Bahkan dalam masalah haji, secara khusus Allah berfirman, artinya:
"Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu
atas orang-orang yang mampu melakukan perjalanan ke Baitullah." (Ali
Imran: 97).
- Mempertimbangkan untung-rugi sebelum berusaha.
Sebagian orang
begitu melihat kawannya sukses dengan usaha tertentu serta merta ia terjun
di bidang yang sama.
Tidak diragukan lagi bahwa semua ada dalam taqdir Allah, tetapi membuka
usaha tanpa pertim-bangan matang adalah salah satu sebab kerugian dan
terjerat hutang.
- Program membayar pinjaman.
Di antara hal
yang membantu menyelesaikan hutang adalah membayarnya secara berkala.
Bayarlah pinjaman itu berangsur dan jangan menganggap remeh karena sedikit
yang dibayarkan. Hal ini insya Allah akan membantu menyelesaikan
hutang secepatnya. (ain).
Disadur dari kitab hatta
la taghriq fid duyun, Adil Muhammad Alu Abdil Ali.